Sri Mulyani Pangkas Target Pertumbuhan Ekonomi RI 2025 Jadi 4,7-5 Persen
Ekonomi 7-5 Persen, Sri Mulyani Pangkas Target Pertumbuhan Ekonomi RI 2025 Jadi 4Sri Mulyani Pangkas Target Pertumbuhan Ekonomi RI 2025 Jadi 4,7-5 Persen
Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, resmi mengumumkan pemangkasan target pertumbuhan ekonomi nasional untuk tahun 2025.
Dari proyeksi awal yang lebih optimistis, kini pemerintah menurunkan estimasi menjadi hanya 4,7 hingga 5 persen.
Kebijakan ini menandai penyesuaian penting dalam strategi fiskal dan ekonomi, mengingat dinamika global dan domestik yang dinilai semakin penuh tantangan.
Penyesuaian target tersebut disampaikan dalam kerangka penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa revisi ini dilakukan berdasarkan pertimbangan realistis terhadap kondisi ekonomi dunia dan tekanan struktural dalam negeri yang belum sepenuhnya pulih sejak pandemi COVID-19.
Sri Mulyani Pangkas Target Pertumbuhan Ekonomi RI 2025 Jadi 4,7-5 Persen
Dalam pernyataannya, Sri Mulyani menyoroti beberapa faktor eksternal yang memengaruhi penurunan target tersebut.
Di antaranya adalah ketegangan geopolitik yang terus berlanjut di kawasan Eropa Timur dan Timur Tengah, serta dampak
perlambatan ekonomi global, khususnya dari negara-negara mitra dagang utama seperti Tiongkok dan Amerika Serikat.
Selain itu, suku bunga tinggi di negara-negara maju akibat kebijakan moneter ketat juga turut memperburuk iklim investasi global.
Hal ini berdampak langsung pada arus modal ke negara berkembang, termasuk Indonesia. Tekanan ini semakin menambah
tantangan bagi pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi melalui investasi asing dan pembiayaan sektor swasta.
Ketidakpastian Domestik dan Transisi Pemerintahan
Faktor domestik juga tidak kalah penting dalam pengambilan keputusan ini. Tahun 2025 menjadi masa awal transisi
pemerintahan baru hasil Pemilu 2024. Sri Mulyani menyebut bahwa pergantian kepemimpinan politik dapat menimbulkan
ketidakpastian kebijakan dalam jangka pendek, yang pada gilirannya dapat memengaruhi iklim usaha dan keputusan investasi.
Selain itu, Indonesia masih dihadapkan pada berbagai tantangan struktural seperti ketimpangan antar wilayah
produktivitas sektor pertanian dan manufaktur yang stagnan, serta kebutuhan mendesak terhadap transformasi digital dan energi terbarukan.
Semua ini membutuhkan kebijakan jangka panjang yang konsisten dan terukur agar tidak menghambat laju pertumbuhan.
Strategi Pemerintah dalam Menyikapi Revisi Target
Meski target pertumbuhan direvisi ke bawah, pemerintah tetap berkomitmen untuk menjaga stabilitas dan keberlanjutan ekonomi nasional.
Sri Mulyani menekankan bahwa belanja negara akan diarahkan pada sektor-sektor produktif, seperti pendidikan, infrastruktur dasar, kesehatan, serta program pengentasan kemiskinan.
Di sisi fiskal, disiplin anggaran tetap menjadi prioritas. Pemerintah berupaya menjaga defisit anggaran tetap terkendali di bawah 3 persen
dari PDB, sebagaimana amanat Undang-Undang Keuangan Negara. Selain itu, reformasi perpajakan juga terus dilanjutkan
guna memperluas basis pajak dan meningkatkan penerimaan negara.
Investasi pada sektor strategis, seperti hilirisasi sumber daya alam, digitalisasi UMKM, serta pengembangan
ekosistem kendaraan listrik, akan tetap menjadi prioritas utama. Pemerintah juga memperkuat kerja sama dengan mitra
internasional untuk memastikan kelancaran proyek-proyek strategis nasional.
Respon Pelaku Pasar dan Ekonom
Penurunan target pertumbuhan ini mendapat tanggapan beragam dari kalangan ekonom dan pelaku pasar.
Sebagian pihak mengapresiasi sikap realistis pemerintah dalam membaca situasi ekonomi yang penuh ketidakpastian. Mereka menilai bahwa
Baca juga: IHSG Setelah Libur Panjang Bakal Lanjut Menguat? Simak Analisis dan Rekomendasi Saham Senin