Akseleran Tersangkut Gagal Bayar, Kantor Borrower Bermasalah Terpantau Masih Aktif
Keuangan Akseleran Tersangkut Gagal Bayar, Kantor Borrower Bermasalah Terpantau Masih AktifAkseleran Tersangkut Gagal Bayar, Kantor Borrower Bermasalah Terpantau Masih Aktif
Kasus bermula pada awal Maret 2025, ketika Akseleran mengumumkan adanya kredit macet besar dari 6 borrower dan afiliasinya, dengan total outstanding sekitar Rp 178 miliar.
Skema refinancing berulang, yang dilakukan Direktur Utama Christopher Gultom bersama Chief Risk Officer tanpa sepengetahuan direksi lainnya, justru memperparah kondisi.
Penyaluran dana tak tertagih menumpuk hingga akhirnya seluruhnya gagal bayar bersamaan.
Akseleran Tersangkut Gagal Bayar, Kantor Borrower Bermasalah Terpantau Masih Aktif
Rasio TWP90 atau pinjaman macet lebih dari 90 hari melonjak drastis. Dari hanya 0,35% pada November 2024, meningkat menjadi 54,89% per Juni
dan naik lagi hingga 71,77% pada pertengahan Juli 2025. Angka ini jauh melampaui batas maksimum yang ditoleransi oleh regulator, yakni 5%, dan menjadi perhatian serius di industri fintech lending.
Dampak Skema Refinancing
Refinancing dianggap sebagai solusi sementara, namun tanpa pendanaan baru, utang lama semakin menumpuk. Enam borrower utama teridentifikasi memiliki afiliasi yang luas di
sektor pertahanan, manufaktur, hingga ekspor furniture. Masalah memburuk karena sebagian besar dana digunakan hanya untuk menutup pinjaman sebelumnya, bukan untuk kegiatan produktif.
Asuransi Kredit Tidak Cukup Ganti Kerugian
Akseleran menyatakan bahwa meskipun sebagian pinjaman telah diasuransikan, klaim dibatasi berdasarkan persentase tertentu dari premi. Artinya, proteksi tidak sepenuhnya menutup kerugian lender. Banyak investor kecewa karena sebelumnya mendapat informasi bahwa semua pinjaman “terlindungi asuransi” tanpa penjelasan tentang batas dan ketentuan klaim.
Tindakan Regulator: Sanksi dari OJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turun tangan dengan menjatuhkan sanksi administratif kepada Akseleran. Salah satunya adalah larangan menyalurkan pendanaan baru dan kewajiban fokus pada penagihan. Pemeriksaan langsung dilakukan terhadap manajemen perusahaan untuk mengetahui penyebab pasti dan mendalam dari kasus gagal bayar ini.
Respons dan Strategi Pemulihan Akseleran
Manajemen Akseleran mengambil beberapa langkah perbaikan, seperti menghentikan pendanaan baru sejak Februari 2025, membatasi wewenang direksi yang sebelumnya terlibat, serta mempercepat proses penagihan kepada borrower bermasalah. Selain itu, Akseleran menyatakan sedang menjajaki kerja sama dengan calon investor strategis untuk memperkuat likuiditas dan mengembalikan dana lender secara bertahap.
Tuntutan Lender dan Kritik Publik
Banyak lender merasa dirugikan karena tidak diinformasikan mengenai praktik refinancing yang berulang dan berisiko tinggi. Beberapa di antaranya bahkan telah menyurati OJK dan mempertimbangkan langkah hukum. Kritik juga diarahkan kepada manajemen Akseleran yang dianggap gagal menjaga transparansi dan akuntabilitas, serta kepada asosiasi industri fintech karena minim pengawasan terhadap anggotanya.
Implikasi terhadap Industri Fintech
Kasus ini menjadi sinyal peringatan bagi industri fintech lending Indonesia. Pertumbuhan cepat yang tidak diimbangi dengan sistem penilaian risiko yang kuat bisa menjadi bumerang. Perlu adanya pembenahan menyeluruh dalam tata kelola, termasuk kewajiban transparansi informasi dan pelaporan yang akurat kepada lender serta pengawasan regulator yang lebih aktif.
Kesimpulan: Jalan Panjang Menuju Pemulihan
Akseleran kini menghadapi tantangan besar: rasio kredit macet sangat tinggi, klaim asuransi terbatas, dan kepercayaan lender yang terkikis.
Upaya pemulihan harus fokus pada transparansi, komunikasi terbuka, dan langkah konkret untuk mengembalikan dana investor.
Di sisi lain, regulator dan pelaku industri perlu menjadikan peristiwa ini sebagai pelajaran penting untuk membangun sistem fintech lending yang lebih sehat, aman, dan berkelanjutan.
Baca juga:Jelang Merger Adira Finance (ADMF) dan Mandala Finance (MFIN) Tawarkan Buyback Saham