Gaji Habis di Jalan Kisah Pahit Pekerja Jabodetabek Bertahan PP Kantor di Tengah Mahalnya Ongkos Transportasi
Gaji Habis di Jalan Kisah Pahit Pekerja Jabodetabek Bertahan PP Kantor di Tengah Mahalnya Ongkos Transportasi

Gaji Habis di Jalan Kisah Pahit Pekerja Jabodetabek Bertahan PP Kantor di Tengah Mahalnya Ongkos Transportasi

Gaji Habis di Jalan Kisah Pahit Pekerja Jabodetabek Bertahan PP Kantor di Tengah Mahalnya Ongkos Transportasi

Setiap pagi, ribuan pekerja di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) memulai rutinitas yang tidak ringan: berangkat kerja menempuh

jarak puluhan kilometer hanya demi mengejar jam kantor di ibu kota

Di tengah kemacetan, waktu terbuang, dan ongkos transportasi yang terus naik, tak sedikit dari mereka yang menyebut hidupnya seperti “kerja hanya untuk ongkos jalan”.

Fenomena ini semakin mencolok dalam beberapa tahun terakhir. Harga bahan bakar naik, tarif transportasi umum menyesuaikan, sementara upah tak banyak berubah.

Beban berat ini dirasakan langsung oleh para pekerja sektor formal maupun informal yang memilih tetap tinggal di pinggiran karena tidak sanggup menyewa hunian di Jakarta.


Gaji Habis di Jalan Kisah Pahit Pekerja Jabodetabek Bertahan PP Kantor di Tengah Mahalnya Ongkos Transportasi

Banyak pekerja yang mengaku menghabiskan lebih dari separuh gajinya hanya untuk transportasi. Misalnya, seorang pekerja swasta asal Bekasi yang harus naik KR

lalu lanjut ojek online ke kantornya di Sudirman, Jakarta. Jika dihitung pulang-pergi, ongkos hariannya bisa mencapai Rp 50.000–70.000.

Dalam sebulan, ia harus mengeluarkan sekitar Rp 1,5–2 juta hanya untuk ongkos. Dengan gaji UMR sekitar Rp 4,9 juta, sisanya harus cukup untuk makan, sewa tempat tinggal, dan kebutuhan lain.

Itu pun belum termasuk lembur yang kadang harus menambah biaya pulang malam dengan taksi online.


Kemacetan dan Waktu Tempuh yang Melelahkan

Selain ongkos, waktu yang habis di jalan juga menjadi tantangan besar. Rata-rata pekerja Jabodetabek harus menghabiskan 2 hingga 3 jam sekali jalan Ini berarti total 4 sampai 6 jam hanya untuk perjalanan.

Kelelahan fisik dan mental menjadi bagian tak terhindarkan dari rutinitas harian. Beberapa dari mereka bahkan mengaku tak punya energi lagi saat tiba di rumah, hanya untuk tidur dan mengulang siklus yang sama keesokan harinya.


Pilihan Sulit: Pindah ke Jakarta atau Tetap Bertahan

Banyak yang mempertimbangkan untuk pindah ke Jakarta demi memangkas biaya dan waktu perjalanan. Namun harga sewa tempat tinggal di ibu kota kian tak terjangkau.

Bahkan kos-kosan sederhana di daerah strategis bisa menelan biaya lebih dari Rp 2 juta per bulan, belum termasuk listrik dan air.

Sebagian akhirnya memilih tetap tinggal di kota satelit sambil mencari alternatif transportasi yang lebih murah, seperti berbagi kendaraan, naik sepeda motor pribadi, atau nebeng dengan rekan kerja. Namun tetap saja, efisiensi biaya sering kali dibayar dengan risiko keselamatan atau ketidaknyamanan.


Peran Pemerintah dan Pentingnya Infrastruktur Transportasi

Pemerintah sebenarnya sudah melakukan berbagai upaya seperti memperluas jalur KRL, membangun LRT, MRT, hingga Transjakarta. Tapi kapasitas belum sebanding dengan lonjakan jumlah penumpang harian.

Subsidi tarif transportasi publik memang ada, namun belum cukup meringankan beban para pekerja yang menempuh rute kombinasi dan jarak jauh.

Banyak kalangan menilai bahwa pemerintah perlu memperluas kawasan transit-oriented development (TOD) dan memberikan insentif bagi pengusaha untuk mendekatkan area kerja dengan hunian pekerja.


Harapan Pekerja: Keadilan Mobilitas

Para pekerja berharap adanya sistem transportasi yang lebih terintegrasi, tarif yang terjangkau, serta hunian terjangkau di sekitar kawasan kerja.

Beberapa perusahaan kini mulai menerapkan sistem kerja hybrid atau remote, namun tidak semua jenis pekerjaan bisa dilakukan dari rumah.

Bagi pekerja lapangan, teknisi, petugas keamanan, hingga pelayanan publik, kehadiran fisik tetap diperlukan. Maka dari itu, solusi jangka panjang yang adil dan berpihak pada pekerja kelas menengah ke bawah sangat dibutuhkan.


Penutup: Bertahan di Tengah Tekanan Hidup Metropolitan

Fenomena “gaji habis di jalan” bukan sekadar cerita pribadi, tapi potret nyata dari tantangan hidup di wilayah metropolitan.

Di balik gedung pencakar langit Jakarta yang megah, ada jutaan cerita perjuangan pekerja yang harus rela kehilangan waktu, tenaga, dan penghasilan hanya untuk mengejar kehidupan yang lebih baik.

Pemerataan pembangunan, integrasi transportasi, dan kebijakan tempat tinggal yang manusiawi menjadi kunci utama untuk menjawab persoalan ini. Selama itu belum terwujud, maka kisah pahit para pekerja Jabodetabek akan terus berulang hari demi hari.

Baca juga: Hari Sahabat Sedunia 2025, Ini 7 Kunci Persahabatan Langgeng Seumur Hidup

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *