Hentikan Proses Lelang Sertifikat Terkait Kasus Tanah Mbah Tupon
Hukum Hentikan Proses, Lelang SertifikatHentikan Proses Lelang Sertifikat Terkait Kasus Tanah Mbah Tupon pernyataan resminya, menyatakan telah menghentikan proses lelang terhadap sertifikat tanah atas nama Tupon Hadi Suwarno—atau yang lebih dikenal sebagai Mbah Tupon—yang berlokasi di Pedukuhan Ngentak, Kelurahan Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Langkah penghentian proses lelang ini diambil setelah adanya temuan indikasi penyimpangan administratif serta potensi pelanggaran hukum dalam proses pengagunan tanah milik Mbah Tupon yang diduga dilakukan tanpa sepengetahuan pemilik sah.
Sekretaris Perusahaan PNM, Dodot Patria Ary, saat berkunjung langsung ke kediaman Mbah Tupon di Kabupaten Bantul pada Sabtu (3/5), menjelaskan bahwa penghentian proses lelang tersebut dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab moral dan kehati-hatian institusi terhadap persoalan yang berkembang di tengah masyarakat.
Hentikan Proses Lelang Sertifikat Terkait Kasus
“Proses lelang memang sempat kami ajukan, namun setelah dilakukan penelusuran lebih lanjut, ditemukan adanya indikasi yang tidak wajar dalam kepemilikan sertifikat tersebut. Atas dasar itu, kami mengambil keputusan untuk menghentikan seluruh proses lelang,” ungkap Dodot dalam pernyataannya.
Ia menambahkan, secara ketentuan hukum yang berlaku, sertifikat tanah yang menjadi objek perkara atau tengah dalam sengketa tidak dapat diperjualbelikan ataupun dijadikan jaminan dalam proses lelang, terutama oleh lembaga-lembaga yang berada di bawah pengawasan pemerintah, termasuk PNM dan anak perusahaannya.
“Secara legal, sertifikat tanah yang sedang dalam status sengketa atau sedang diproses oleh aparat penegak hukum tidak memiliki landasan hukum untuk diperjualbelikan maupun dilelang. Oleh karena itu, tindakan kami sesuai dengan norma hukum yang berlaku,” tegasnya.
Debitur Masih Bertanggung Jawab secara Hukum
Meskipun proses lelang dihentikan, Dodot menegaskan bahwa kewajiban pembayaran pinjaman oleh debitur atas nama Muhammad Ahmadi tetap berlaku. Pria tersebut diketahui telah mengajukan pinjaman dengan menjaminkan sertifikat tanah milik Mbah Tupon tanpa sepengetahuan atau izin dari yang bersangkutan.
“Dalam sistem pembiayaan, kewajiban untuk melunasi pinjaman tetap melekat pada nama debitur yang bersangkutan. Dalam hal ini, Bapak Muhammad Ahmadi bertanggung jawab penuh atas pinjaman yang telah diajukan dan wajib menyelesaikan cicilan sesuai dengan perjanjian kredit yang telah ditandatangani bersama anak perusahaan PNM,” ujarnya.
Dijelaskan pula, pinjaman yang diajukan oleh debitur mencapai nominal sebesar Rp1,5 miliar. Namun, berdasarkan catatan PNM, pinjaman tersebut telah masuk dalam kategori kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) karena tidak ada pembayaran angsuran selama lebih dari satu tahun sejak pencairan dana dilakukan.
“Prosedur kami sebenarnya sudah sangat jelas. Apabila dalam jangka waktu tertentu tidak ada penyelesaian pembayaran, maka kami mengirimkan surat peringatan pertama, kedua, hingga ketiga. Jika seluruh upaya tersebut tidak menghasilkan penyelesaian, barulah proses lelang dapat diajukan ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Namun dalam kasus ini, lelang tidak diteruskan karena status legalitas tanah menjadi sorotan,” tambah Dodot.
Proses Hukum Masih Berjalan di Polda DIY
Terkait keberadaan sertifikat tanah Mbah Tupon saat ini, Dodot menyampaikan bahwa dokumen tersebut telah masuk dalam tahap penyelidikan oleh Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY). Dengan demikian, segala keputusan mengenai status kepemilikan maupun pengembalian hak atas sertifikat tersebut berada dalam kewenangan aparat penegak hukum.
“Posisi sertifikat tersebut kini sudah menjadi bagian dari proses penyidikan di kepolisian. Kami mengikuti seluruh tahapan hukum yang berlaku. Apakah nanti akan dikembalikan kepada pemilik sah atau tidak, semuanya bergantung pada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht),” terangnya.
Ia juga menegaskan bahwa PNM akan bersikap kooperatif dan mendukung penuh jalannya proses hukum yang sedang berlangsung, termasuk memberikan data atau dokumen yang dibutuhkan oleh penyidik jika diperlukan.
Keluarga Mbah Tupon Menanti Keadilan
Kasus ini bermula ketika keluarga Mbah Tupon mendapati bahwa sertifikat tanah seluas 1.655 meter persegi atas nama Tupon Hadi Suwarno telah berpindah kepemilikan secara tidak sah. Sertifikat tersebut kemudian dijadikan jaminan pinjaman ke salah satu lembaga keuangan tanpa seizin atau sepengetahuan pemilik asli.
Tanah tersebut merupakan aset warisan keluarga yang telah dihuni selama puluhan tahun. Keluarga Mbah Tupon baru menyadari adanya penyimpangan setelah menerima informasi dari warga sekitar mengenai aktivitas legalitas lahan mereka. Dari temuan awal, mereka kemudian melaporkan kejadian tersebut ke pihak berwajib.
Saat ini, keluarga masih menanti keputusan akhir dari proses hukum yang tengah berjalan dan berharap agar keadilan segera ditegakkan.
“Kami hanya ingin hak kami dikembalikan. Tanah ini adalah tempat tinggal turun-temurun keluarga kami. Tidak pernah sekalipun kami memberikan izin kepada siapapun untuk menjaminkan tanah ini ke lembaga pembiayaan,” kata salah satu anggota keluarga Mbah Tupon saat ditemui.
Penutup
Kasus pengalihan sertifikat tanpa izin seperti yang menimpa Mbah Tupon menjadi pengingat pentingnya kewaspadaan terhadap transaksi properti, serta pentingnya verifikasi dokumen oleh lembaga pembiayaan dalam setiap proses pengajuan kredit.
PNM melalui keputusannya menghentikan proses lelang telah menunjukkan komitmen terhadap prinsip kehati-hatian, meskipun di sisi lain masih menyisakan tanggung jawab hukum yang harus dipenuhi oleh pihak debitur. Proses hukum yang sedang berlangsung diharapkan dapat menjadi jalan terang bagi Mbah Tupon dan keluarga untuk mendapatkan kembali hak milik mereka yang telah disalahgunakan.
Baca Juga : Pengamat Apresiasi Keberhasilan Kejagung, Bongkar Kasus Suap