Pengamat Apresiasi Keberhasilan Kejagung, Bongkar Kasus Suap
Hukum Kasus Suap, Keberhasilan Kejagung, Pengamat ApresiasiPengamat Apresiasi Keberhasilan Kejagung, Bongkar Kasus Suap dalam mengungkap kasus dugaan suap dan gratifikasi di lingkungan peradilan menuai apresiasi dari berbagai kalangan, termasuk akademisi dan pengamat hukum nasional.
Salah satunya datang dari Hardjuno Wiwoho, pengamat hukum dan pembangunan dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, yang memuji pendekatan sistematis dan terstruktur Kejaksaan dalam membongkar praktik korupsi di lembaga yudikatif.
Dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta pada Senin (14/4), Hardjuno menyampaikan bahwa kinerja Kejaksaan Agung patut diapresiasi karena mampu menelusuri kasus dari satu perkara ke perkara lain secara bertahap, dengan menitikberatkan pada pembuktian melalui jejak aliran dana dan keterlibatan aktor-aktor kunci dalam struktur kekuasaan hukum.
“Kita menyaksikan bagaimana Kejaksaan Agung tidak hanya berhenti pada satu titik, tetapi terus menelusuri jejak uang dan penyalahgunaan kewenangan yang secara nyata merusak tatanan integritas hukum nasional. Ini merupakan langkah penegakan hukum yang sangat penting dan berani,” ujar Hardjuno.
Pengamat Apresiasi Keberhasilan Kejagung Kasus Suap
Pujian Hardjuno tersebut merujuk pada pengungkapan kasus dugaan suap yang berkaitan dengan putusan lepas (ontslag van alle rechtsvervolging) dalam perkara korupsi fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) yang ditangani oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam perkara ini, Kejaksaan Agung menetapkan sejumlah tersangka, termasuk Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, yang diduga menerima suap dalam jumlah besar guna mempengaruhi hasil putusan.
Kasus ini dianggap sebagai kelanjutan dari pengembangan penyidikan perkara sebelumnya, yaitu dugaan suap dalam penanganan perkara pidana yang melibatkan terdakwa Ronald Tannur di Pengadilan Negeri Surabaya. Dari hasil penyidikan awal tersebut, penyidik menemukan barang bukti berupa dokumen serta uang tunai yang mengarah pada dugaan korupsi dalam perkara lain.
Barang bukti penting yang ditemukan antara lain adalah uang dalam jumlah mendekati Rp1 triliun serta emas batangan, yang ditemukan di kediaman seorang mantan pejabat tinggi Mahkamah Agung (MA). Temuan ini kemudian membuka jalur pengembangan perkara lebih luas yang akhirnya mengarah pada dugaan gratifikasi dan suap dalam perkara putusan lepas tiga korporasi besar, yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Menurut Hardjuno, pengungkapan ini menunjukkan bahwa Kejaksaan Agung telah menjalankan fungsi penegakan hukum dengan pendekatan yang berbasis data dan bukti, bukan sekadar tindakan simbolis semata.
“Proses ini tidak dilakukan secara sembarangan. Ini merupakan upaya pembersihan institusi hukum yang dimulai dari penggalian fakta-fakta konkret, bukan sekadar retorika belaka,” tegasnya.
Komitmen Menyentuh Aktor Kunci di Balik Mafia Peradilan
Lebih lanjut, Hardjuno menekankan bahwa keberhasilan Kejaksaan Agung dalam mengungkap jaringan suap di lingkungan pengadilan bukan hanya merupakan capaian institusional, melainkan sinyal kuat bahwa lembaga penegak hukum masih memiliki keberanian untuk menindak oknum-oknum yang selama ini diduga berada di balik praktik mafia peradilan.
Dalam pandangannya, keberanian untuk menyentuh pihak-pihak yang memiliki pengaruh besar di dalam lembaga peradilan merupakan indikator bahwa penegakan hukum di Indonesia masih memiliki harapan. Ia menambahkan bahwa pembersihan institusi tidak akan pernah berhasil jika hanya menyentuh pelaku lapangan, tanpa menyentuh para pengendali di balik layar.
“Ketika aktor-aktor penting yang memegang posisi strategis dalam institusi hukum berhasil dijerat dan dibawa ke hadapan hukum, maka ini adalah titik balik bagi kepercayaan publik terhadap sistem peradilan,” jelasnya.
Asal Mula Kasus: Dari Surabaya Menuju Jakarta
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menyampaikan bahwa pengusutan dugaan suap dalam perkara ekspor minyak sawit mentah bermula dari penyelidikan atas perkara lain di Pengadilan Negeri Surabaya. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menyatakan bahwa penyidik awalnya mencurigai adanya indikasi suap dalam perkara pembunuhan yang melibatkan terdakwa Ronald Tannur.
Dalam proses penggeledahan dan penyitaan barang bukti yang dilakukan dalam rangka penyidikan perkara tersebut, penyidik menemukan sejumlah dokumen dan petunjuk awal yang mengarah pada praktik serupa di tempat lain. Salah satu informasi yang ditemukan adalah adanya transaksi mencurigakan yang berkaitan dengan perkara putusan lepas di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Ada indikasi bahwa putusan ontslag dalam perkara ekspor CPO itu tidak didasarkan pada pertimbangan hukum yang murni,” ujar Harli dalam keterangan pers yang disampaikan pada Minggu (13/4).
Selanjutnya, penyidik melakukan pengembangan terhadap informasi yang diperoleh dan berhasil mengaitkan bukti-bukti tersebut dengan jaringan peradilan lain yang melibatkan oknum hakim, panitera, serta pihak eksternal seperti pengacara dan korporasi.
Dukungan Terhadap Penegakan Hukum yang Konsisten
Hardjuno menyimpulkan bahwa langkah Kejaksaan Agung ini perlu didukung oleh semua pihak, baik dari internal aparat penegak hukum maupun dari masyarakat sipil. Ia menegaskan bahwa keberhasilan mengungkap satu jaringan harus dilanjutkan dengan penguatan sistem pengawasan dan perbaikan tata kelola peradilan secara menyeluruh.
“Jika kita serius ingin membersihkan lembaga hukum, maka pendekatan yang diambil harus komprehensif, menyentuh aspek struktural, kultural, hingga sistemik. Ini momentum yang tidak boleh disia-siakan,” katanya.
Kejaksaan Agung saat ini masih melanjutkan proses penyidikan dan tidak menutup kemungkinan akan adanya tersangka tambahan dalam perkara ini. Masyarakat pun diminta untuk terus mengawal proses hukum agar transparansi dan akuntabilitas benar-benar terwujud.
Baca Juga : Dugaan BBM Tercampur Air Kini Menteri ESDM Ambil Sikap Tegas