Ramai soal Tas Luxury Brand Diproduksi di China, Ini Kata Pengamat Fesyen
Fashion Ini Kata Pengamat Fesyen, Ramai soal Tas Luxury Brand Diproduksi di ChinaRamai soal Tas Luxury Brand Diproduksi di China, Ini Kata Pengamat Fesyen
Jakarta – Dunia fesyen kembali dihebohkan dengan perbincangan soal tas-tas luxury brand yang diketahui ternyata diproduksi di Tiongkok (China). Isu ini mencuat ke publik setelah sejumlah konsumen menemukan label “Made in China” pada produk dari merek-merek mewah internasional yang selama ini diasosiasikan dengan produksi di negara-negara seperti Italia, Prancis, atau Spanyol.
Fenomena ini memunculkan berbagai reaksi, mulai dari rasa terkejut, kekecewaan, hingga pertanyaan mengenai orisinalitas dan kualitas dari produk-produk tersebut. Untuk menjawab keraguan publik, para pengamat industri fesyen pun mulai angkat bicara.

Merek Mewah dan Persepsi Konsumen
Merek-merek seperti Louis Vuitton, Coach, Prada, Burberry, dan bahkan beberapa model dari Gucci diketahui memiliki lini produksi di Tiongkok. Meski tidak semua produk mereka dibuat di negara tersebut, namun tidak sedikit lini tertentu yang diproduksi di luar negara asal brand demi efisiensi operasional.
Feni Surya, seorang pengamat fesyen dan dosen tata busana di sebuah universitas swasta di Jakarta, menyebut bahwa isu ini berkaitan erat dengan persepsi eksklusivitas yang selama ini dibangun oleh industri fashion mewah.
“Selama ini, masyarakat menganggap bahwa produk luxury harus diproduksi di Eropa agar terjaga kualitas dan nilai eksklusifnya. Padahal, globalisasi dan efisiensi produksi membuat banyak brand memindahkan pabrik mereka ke negara-negara seperti China, India, hingga Vietnam,” ujar Feni.
Ia menambahkan bahwa tempat produksi tidak serta-merta menentukan kualitas barang. Hal tersebut lebih ditentukan oleh standar kontrol mutu yang diterapkan oleh brand, bukan lokasi pabriknya.
Strategi Globalisasi Produksi
Dalam dua dekade terakhir, banyak merek fesyen ternama melakukan strategi yang disebut sebagai “global sourcing” atau pengadaan bahan dan tenaga kerja secara global. Hal ini bertujuan untuk memangkas biaya produksi, meningkatkan efisiensi, serta memperluas kapasitas distribusi produk.
Tiongkok, sebagai salah satu negara dengan infrastruktur manufaktur paling lengkap dan efisien di dunia, menjadi pilihan utama bagi banyak perusahaan, tak terkecuali brand-brand mewah. Negara ini dikenal memiliki kemampuan produksi skala besar dengan tingkat presisi dan efisiensi tinggi.
“China kini bukan sekadar negara penghasil barang murah. Banyak pabrik di sana memiliki standar kualitas yang sangat tinggi dan bahkan memproduksi barang untuk brand kelas dunia,” tambah Feni.
Kualitas Produk: Apakah Benar-Benar Berubah?
Salah satu kekhawatiran terbesar konsumen adalah turunnya kualitas dari produk luxury akibat diproduksi di negara yang sebelumnya diasosiasikan dengan barang massal.
Namun, data dan testimoni industri menunjukkan bahwa standar kualitas luxury tetap dipertahankan, di mana pun produk dibuat. Brand ternama biasanya melakukan audit berkala terhadap mitra pabrik mereka dan memiliki spesifikasi teknis yang ketat.
Baca juga:Anggota Komisi V DPR Soroti Tiket Mahal dan Keterlambatan Penerbangan di Musim Lebaran
“Sebuah tas Chanel yang diproduksi di Prancis atau China akan tetap mengikuti spesifikasi Chanel. Mesin, bahan baku, proses pengawasan, semuanya dikontrol ketat,” ujar Clara Widjaja, praktisi bisnis fesyen yang berkantor di Singapura.
Dengan demikian, argumen bahwa produk buatan China pasti lebih rendah kualitasnya sudah tidak relevan dalam konteks industri luxury masa kini.
Pengaruh terhadap Harga dan Branding
Pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah: jika tas luxury diproduksi di negara dengan ongkos tenaga kerja rendah, mengapa harganya tetap mahal?
Hal ini dijelaskan oleh model struktur harga dalam bisnis luxury, di mana nilai yang dibayar konsumen tidak hanya mencakup bahan dan tenaga kerja, tetapi juga:
-
Brand value (nilai merek)
-
Desain eksklusif
-
Biaya pemasaran global
-
Pengalaman konsumen (customer experience)
-
Keanggotaan dalam komunitas eksklusif
Jadi, ketika seseorang membeli tas seharga puluhan juta rupiah, mereka tidak hanya membeli produk fisik, tetapi cerita dan identitas yang ditawarkan oleh brand tersebut.
Konsumen Cerdas dan Transparansi Brand
Kendati demikian, banyak konsumen kini menuntut transparansi dari brand, terutama dalam hal asal produksi dan nilai etika kerja. Hal ini sejalan dengan tren konsumen sadar (conscious consumer) yang mengutamakan kejujuran, sustainability, dan praktik kerja yang adil.
Beberapa brand seperti Everlane, Stella McCartney, dan Patagonia dikenal aktif menginformasikan proses produksi mereka secara terbuka. Brand luxury lainnya mulai mengikuti tren ini secara bertahap dengan merilis supply chain report dan penanda asal produksi di situs resmi mereka.
Reaksi Warganet: Antara Realitas dan Ekspektasi
Di media sosial, ramai perbincangan seputar tas luxury “Made in China”. Banyak pengguna merasa kecewa karena merasa tertipu, sementara sebagian lainnya justru menanggapi dengan realistis.
“Yang penting kualitasnya sama, bukan tempat buatnya,” tulis seorang pengguna X (dulu Twitter).
“Kalau harganya puluhan juta dan bikin di China, itu bukan masalah produksi, tapi brand positioning,” tulis lainnya.
Diskusi ini menunjukkan bahwa kesadaran konsumen terhadap struktur bisnis luxury semakin meningkat. Tak sedikit yang mulai memisahkan antara ekspektasi semu dengan realita industri global saat ini.
Apa Tanggapan Brand Luxury?
Sebagian besar brand luxury belum memberikan tanggapan langsung terkait viralnya isu ini, namun beberapa perwakilan telah menegaskan bahwa produk mereka dibuat dengan standar internasional, tak peduli lokasi produksinya.
Louis Vuitton, misalnya, dalam wawancara dengan Bloomberg, menyebutkan bahwa “Setiap produk Louis Vuitton, baik dibuat di Prancis, Spanyol, atau China, harus lolos lebih dari 100 tahap inspeksi sebelum dilepas ke pasar.”
Hal ini menunjukkan bahwa kualitas tetap menjadi prioritas, meskipun proses produksinya dilakukan lintas negara.
Penutup: Di Mana Brand Berdiri Hari Ini?
Fenomena produksi tas luxury di China mencerminkan wajah baru industri fesyen global – lebih efisien, terstandarisasi, dan lintas batas negara. Kualitas kini tidak semata ditentukan oleh label “Made in”, tetapi oleh komitmen brand terhadap detail, inovasi, dan kontrol mutu.
Konsumen pun semakin cerdas. Mereka mulai memahami bahwa nilai dari barang mewah tidak selalu sepadan dengan tempat produksinya, melainkan pada keseluruhan pengalaman, desain, dan warisan merek.
Ke depan, transparansi dan edukasi kepada konsumen akan menjadi kunci agar pergeseran ini tidak menimbulkan kekecewaan, tetapi justru memperkuat kepercayaan dan keberlanjutan industri fesyen global.